Setiap Tahun Habiskan APBN, Jalur Kebun Kopi Dianggap Proyek Abadi dan Perlu Dievaluasi

iDZone – Masalah penanganan jalan kebun kopi di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) telah lama menjadi perhatian publik. Jalan yang menghubungkan Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi Moutong ini kerap mengalami longsor dan genangan air setiap musim hujan, memunculkan tantangan baru bagi pemerintah dan masyarakat setempat.

Setiap tahun, alokasi anggaran besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus mengalir untuk perbaikan jalan ini, namun hasilnya belum memuaskan. Penanganan yang tampaknya konvensional dan kurang efektif menimbulkan kritik dari berbagai pihak.

“Saya prihatin dengan penanganan jalan kebun kopi yang terkesan jadi proyek abadi. Setiap tahun dikerjakan, tapi tak kunjung selesai,” kata Sekretaris BPC Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kabupaten Donggala, Erwin Bulukumba, Rabu siang (7/8/2024) di Palu.

Erwin mengusulkan perlunya pendekatan yang lebih inovatif dalam penanganan jalan ini. Menurutnya, solusi konvensional yang hanya memindahkan material longsor tidak cukup. Diperlukan teknologi dan metode yang lebih canggih untuk mencegah longsor dan mengatasi genangan air secara permanen.

“Kenapa tidak menggunakan model penanganan yang lebih modern dan efektif? Kita harus mulai berpikir untuk menggunakan teknologi terbaru agar hasilnya lebih tahan lama dan biaya yang dikeluarkan lebih efisien,” tambah Erwin, yang juga Tenaga Ahli (TA) Gubernur Sulteng.

Selain itu, Erwin menyoroti perlunya evaluasi terhadap alokasi dana APBN yang digunakan. Menurutnya, masih banyak jalan lain di Sulteng yang juga membutuhkan perhatian dan dana perbaikan, sementara fokus dana masih banyak tersedot untuk jalan kebun kopi.

“Banyak ruas jalan di Sulteng yang harus dibiayai APBN. Kita perlu memastikan dana yang ada digunakan secara bijak dan tepat sasaran,” tegas Erwin.

Sebagai catatan, tahun 2023 terdapat dua proyek utama di jalan kebun kopi: pekerjaan preservasi senilai Rp64 miliar lebih yang dikerjakan PT Sinar Arengka Setia Maju, dan penanganan longsoran senilai Rp60 miliar lebih dengan kontrak multi tahun (MYC) yang dikerjakan PT AKAS. Upaya-upaya ini, meski signifikan, masih memerlukan pendekatan yang lebih strategis dan inovatif untuk menghasilkan solusi jangka panjang yang berkelanjutan.

Dengan adanya desakan untuk solusi yang lebih inovatif, diharapkan penanganan jalan kebun kopi bisa lebih efektif, efisien, dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat Sulteng. (*)

Post Banner Ads

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup